Ingatkah kalian dengan rezim orde baru saat pemerintahan Soeharto?
Rezim orde baru dimana pers diawasi dan dibatasi dengan ketat oleh pemerintah kala itu. Berbagai media cetak seperti tulisan dalam bentuk poster, pamflet, bahkan grafiti yang menuliskan kecaman kepada pemerintah pun akan segera ditindaklanjuti dan dianggap sebagai tindakan subversif. Namun, sejak bergulirnya era reformasi menjadi sejarah tersendiri utamanya bagi para jurnalis, yang mana resmi ditetapkan tanggal 3 Mei sebagai Hari Kebebasan Pers Internasional oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1993. Hari ini adalah peringatan untuk mengenang para jurnalis yang gugur dalam memperjuangkan pekerjaannya.
Indonesia merupakan bangsa yang menganut sistem demokrasi, dalam kehidupan bernegara telah menjamin kebebasan pers itu tertuang dalam konstitusi UUD 1945 pasal 28 F yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Dilansir dari bisnis.com mengungkapkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-124 indeks kebebasan pers di tahun 2019. Peringkat ini dinyatakan sama dengan Indeks Kebebasan Pers di tahun lalu. Perolehan nilai 45,33 untuk abuse score (skor untuk kekerasan terhadap jurnalis), nilai 34,63 untuk underlying situation score (skor terkait situasi dan kondisi yang harus dihadapi para wartawan), dan nilai 36,77 untuk global score (skor secara keseluruhan).
Tetapi apakah Indonesia benar-benar telah merdeka pers?
Mari kita simak beberapa fenomena berikut!
Menurut data tahun 2019 tercatat 75 kasus kekerasan pada jurnalis, ungkap Direktur LBH Pers
Ade Wahyudin. Menurutnya mayoritas kasus kekerasan terhadap jurnalis adalah saat aksi unjuk rasa. Utamanya saat aksi penolakan hasil Pilpres 2019 dan penolakan pengesahan RKUHP yang terjadi di Jakarta.
Pemimpin Redaksi majalah Tempo, Arif Zulkifli, menilai pengesahan undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD oleh Parlemen pada 12 Februari 2018 merupakan salah satu bentuk upaya menahan kebebasan pers, karena dalam pasal memberi kesan DPR sebagai lembaga antikritik. Fenomena ini menjadi notice bagi para wartawan untuk lebih berhati-hati dalam melaporkan hal-hal yang negatif soal parlemen dan anggotanya, karena memungkinkan para wartawan untuk dipidanakan.
Kritikan aturan draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang memicu adanya pasal karet tercantum di pasal 87 draf RUU Cipta Kerja yang mengharuskan perusahaan pers mendaftarkan dirinya menjadi perusahaan pers yang berbadan hukum diutarakan oleh Peneliti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mona Ervita. Padahal, kita ketahui begitu banyak media yang belum berbadan hukum. Seperti media komunitas, start-up media, dan media mahasiswa. Dinilai media tersebut memiliki tingkat independensi yang tinggi jika dibandingkan dengan media yang besar. Kondisi ini tentunya menimbulkan kerugian besar bagi awak media, mereka berpotensi terkena pasal karet ketika memberitakan hal-hal yang tidak sejalan dengan pemerintah.
Nah, apakah telah benar-benar kalian rasakan kebebasan pers di negeri ini?
Referensi:
Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2020/02/20/16345621/lbh-pers-soroti-pasal-karet-di-ruu-cipta-kerja-yang-berpotensi-ancam
Retrieved from https://m.bisnis.com/amp/read/20191227/15/1185070/indeks-kebebasan-pers-2019-tempatkan-indonesia-di-peringkat-berapa
Retrieved from https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2020/01/14/06460651/catatan-lbh-pers-soal-kekerasan-terhadap-jurnalis-di-2019
Slamet, A. M. (2013). Fenomena Kebebasan Pers Setelah 12 Tahun Reformasi. Jurnal Visi Komunikasi, 8-11.
Oleh: Nur Laela Prasetyaningrum
🏅Selamat dan Sukses kepada:Bartolomius Dias, Mohammad Nabilah Abror, Febrina Nur…
Read More🏅Selamat dan Sukses kepada:Nurul Fatihah,Nabila Yaulia Safitri, Sifroh Ayu Nabila,…
Read More🏅Selamat dan Sukses kepada:Nurul Fatihah, sebagai:✓Juara II Pemilihan Mahasiswa Berprestasi…
Read More