• September 17 2021

Mengenang Kembali Berdirinya Palang Merah Indonesia

palang merah indonesia

Awalnya, PMI didirikan oleh Belanda dengan nama Het Nederland-Indiche Rode Kruis (NIRK) yang kemudian diganti menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdelinbg Indie (NERKAI). Sebelum akhirnya muncul ide atau inisiatif untuk pembentukan PMI yang dimulai sejak awal tahun 1932 dan dipelopori oleh Dr. Bahder Djohan serta dr. RCL. Senduk. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkai pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.

Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat, lalu pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun upaya itu kembali mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.

Hingga akhirnya, proses pembentukan Palang Merah Indonesia dapat dimulai pada 3 September 1945. Dimana saat itu Presiden Soekarno mengeluarkan perintah kepada dr. Boentaran yang merupakan Menkes RI Kabinet I agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.

Dibantu oleh panitia lima, yang terdiri dari Dr. R. Mochtar sebagai ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, Dr. Boentaran mempersiapkan terbentuknya Palang Merah Indonesia, yang mana panitia lima ini dibentuk pada tanggal 5 September 1945.

Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk. Peristiwa inilah yang hingga saat ini kita kenal sebagai Hari PMI. Hal tersebut juga bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional tentang keberadaan Negara Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Pada satu negara hanya ada satu perhimpunan nasional, maka pada 16 Januari 1950 Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan asetnya kepada PMI. Pihak NERKAI diwakili oleh dr. B. Van Trich sedangkan dari PMI diwakili oleh dr. Bahder Djohan.

PMI mulai merintis kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karenanya, pada 15 Juni 1950 PMI diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) secara Internasional. Setelah itu, PMI akhirnya diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Liga) yang sekarang lebih dikenal sebagai Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Oktober 1950.

PMI memiliki peran untuk membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi (proses adopsi perjanjian internasional) oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU Nomor 59. Tak hanya itu, sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI juga berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 1950 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden Nomor 246 tahun 1963.

Pada 2018, PMI menjadi organisasi kemanusiaan yang berstatus badan hukum, diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan guna menjalankan kegiatan Kepalangmerahan sesuai dengan Konvensi Jenewa Tahun 1949.

PMI juga memiliki tujuan untuk mencegah dan meringankan penderitaan serta melindungi korban tawanan perang dan bencana, tanpa membedakan apapun, seperti agama, bangsa, suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, golongan, dan pandangan politik. Hingga tahun 2019, PMI telah berdiri di 33 Provinsi, 474 Kabupaten/Kota dan 3.406 Kecamatan. PMI juga tercatat memiliki hampir 1,5 juta sukarelawan dan akan terus bertambah lagi.

Berita Lainnya