Penerbangan merupakan bagian tak terpisahkan dari transportasi negara mana pun yang kini turun drastis karena pandemi COVID 19. Maskapai-maskapai yang menjadi sumber transportasi cepat bagi penumpang secara tidak sadar turut mengangkut virus melintasi perbatasan. Karena itu, banyak negara telah memprioritaskan kesehatan masyarakat daripada pertumbuhan ekonomi dan telah menghentikan penerbangannya. Namun, banyak negara telah memulai beberapa operasi penerbangan domestik bahkan internasional untuk memenuhi tujuan terbang yang mendesak bagi warganya.
Mayoritas maskapai penerbangan memiliki pesawat dalam bentuk sewa atau membeli dengan menggunakan pinjaman dengan suku bunga yang besar (Black, 2020). Oleh karena itu, banyak maskapai penerbangan yang memutuskan untuk menghentikan operasinya dan mengembalikan armada mereka ke lessor. Misalnya, Maskapai Lufthansa telah mengumumkan untuk mendaratkan 6 persen armadanya termasuk maskapai berbiaya murah – Germanwings (Ziady, 2020). Produsen utama pesawat seperti Airbus dan Boeing telah mendapatkan pembatalan pesanan pesawat baru-baru ini (Oestergaard, 2020).
Banyak maskapai penerbangan bahkan berencana untuk menghentikan armada lama sebelum waktunya. Selain itu, pandemi telah menimbulkan keraguan di antara penumpang untuk melakukan perjalanan, berkurangnya kepercayaan diri dan kesediaan mereka untuk menggunakan transporatasi udara. Survei IATA pada bulan April 2020 telah menjelaskan bahwa sekitar 30 persen responden tidak akan melakukan perjalanan untuk enam bulan mendatang, sedangkan 10 persen menjawab tidak melakukan perjalanan udara selama satu tahun. Diperkirakan bahwa karena pandemi, banyak 3 penerbangan sebelumnya akan terbang hanya untuk tujuan penting dan itupun hanya menyumbang 30 persen dari total penerbangan.
Pandemi Covid-19 sendiri mengenalkan suatu ‘produk’ baru dalam dunia penerbangan. Salah satunya, pemisahan tempat duduk penumpang selang satu bangku diberlakukan atas dasar protokol kesehatan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara perlu memberikan perhatian serius terhadap upaya pemulihan industri penerbangan nasional melalui rute domestik. Hal ini penting mengingat besar kemungkinan Indonesia belum dapat bergantung kepada rute internasional seperti ke Australia dan RRC hingga akhir tahun. ASEAN Open Skies juga belum memberikan kepastian meskipun traffic rights jelas tersedia. Sangat mungkin terdapat restriksi frekuensi penerbangan menuju titik lain di Indonesia.
Kekhawatiran serupa melanda maskapai nasional yang menggarap penerbangan charter untuk haji dan umrah. Belum ada kata pasti mengingat sangat bergantung kepada perkembangan pandemi Covid-19. Memperhatikan kondisi di atas, pemerintah Indonesia perlu mengupayakan penyelamatan maskapai nasional mengingat industri penerbangan sebagai suatu global supply chain yang harus dipertahankan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ketika pandemi berakhir.
Upaya penyelamatan maskapai tidak hanya berbicara lingkup nasional, tetapi skala global. Setengah pesawat yang dioperasikan maskapai di dunia bukan milik sendiri, tetapi merupakan aset perusahaan leasing pesawat. Partisipasi pemerintah dibutuhkan sebagai wujud solidaritas terhadap sesama pemangku kepentingan melalui kebijakan model dan strategi pemulihan bisnis penerbangan pasca Pandemi Covid-19.
🏅Selamat dan Sukses kepada:Bartolomius Dias, Mohammad Nabilah Abror, Febrina Nur…
Read More🏅Selamat dan Sukses kepada:Nurul Fatihah,Nabila Yaulia Safitri, Sifroh Ayu Nabila,…
Read More🏅Selamat dan Sukses kepada:Nurul Fatihah, sebagai:✓Juara II Pemilihan Mahasiswa Berprestasi…
Read More